Rabu, 29 Juni 2016

Kita Belum Habis

Aku sudah pernah bilang, jalan ini tidaklah mudah.

Jangan sedih kawan, perjalanan ini tidak pernah menjanjikan jalan yang mulus tanpa rintangan. Tidak pernah menjanjikan usaha tanpa peluh dan kesah. Tidak pernah menjanjikan pengorbanan tanpa air mata. Perjalanan ini adalah milik mereka yang mau memperjuangkan.

Tapi lagi-lagi, sebaik apapun rencana yang dibuat manusia, sesiap apapun kita dalam mempersiapkan, tetap yang berhak memutuskan adalah Allah semata. Apapun yang terjadi sekarang, semua ikhtiar yang sudah kita kerahkan bukan berarti tak ada artinya. Karena ada kalanya kita harus mengalah pada keadaan, karena pada saat itu, bisa jadi Allah sedang membelokkan langkah kita yang mungkin keliru.

Tenang kawan, Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar.

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
Allah tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Jangan berhenti kawan, tidak akan dibiarkan usaha dan ikhtiar kita menjadi sia-sia, karena pada hakikatnya tidak ada ilmu yang sia-sia. Jadi jangan pernah berhenti, karena jika berhenti maka kita tidak akan sampai pada tujuan. Mungkin kita harus melangkah mundur, mengambil jarak, atau untuk melihat ulang jalan di depan kita, atau bahkan mencari ulang jalan yang akan ditempuh. Intinya adalah jangan berhenti.

Dan yang terakhir, ikhlaskan. Ikhlaskan meski itu berat, ikhlaskan meski itu menyakitkan. Dan cara yang paling bijak untuk mengikhlaskan adalah dengan bersyukur. Dengan bersyukur, kita akan melihat begitu banyak kebaikan-Nya dibandingkan apa yang tidak kita dapatkan. Jangan takut akan kegagalan, kegagalan itu bukan lawan dari kesuksesan, tapi dia adalah bagian dari kesuksesan.

Selamat berjuang!

Selasa, 28 Juni 2016

Aku nggak bisa tidur.

Bukan, bukan karena ini hari spesial.

Semoga Allah melapangkan dan memudahkan urusan kita semua...

Kamis, 16 Juni 2016

Salat dan Kepemimpinan

Ketika berjamaah di mushala, saya terpikir sesuatu tepat ketika saya berdiri di belakang imam kemudian imam salah bacaan. Saya ingat beliau memakai surat Al A’la pada rakaat kedua. Pada ayat ke sekian beliau lupa kemudian diulang-ulang ayat sebelumnya, dalam shalat makmum terdekat wajib mengingatkan bukan?

Hal ini tiba-tiba menjadi dasar tulisan ini, betapa dalam agama Islam telah dicontohkan dengan amat sangat teramat jelas dan super baik tentang sebuah kepemimpinan, tidak hanya tentang pemimpin tapi juga yang dipimpin, lengkap dengan bagaimana menjalankan proses memimpin dan dipimpin tersebut. Semua contoh kepemimpinan itu terangkum begitu mendasar hanya dalam shalat berjamaah. Berikut hasil “kepikiran” saya tadi.

PERTAMA : Menentukan/Memilih Pemimpin

Dalam shalat berjamaah, harus ada satu imam, tidak boleh lebih, meskipun jumlah makmumnya satu milyar, imam nya hanya satu, pun jumlah makmumnya juga cuma satu. Imamnya juga harus satu. Dalam sebuah perjalanan, harus dipilih salah seorang dari mereka untuk menjadi pemimpin bukan? Dalam shalat, imam haruslah seseorang yang memiliki bacaan Al Quran yang paling baik dan benar. Intinya secara sederhana, imam haruslah orang yang pandai dan cakap. Layaknya memilih imam Masjidil Haram mungkin.

Dalam sebuah masjid biasanya telah ditentukan imam masjid tersebut dan biasa dipilih karena ilmunya lebih baik daripada yang lain, sebab itu dia dipercaya menjadi imam. Sebab imamlah yang akan membawa makmum ke dalam shalat berjamaah yang sah.

Hebatnya, ketika kita dalam perjalanan kemudian masuk mushala lantas tidak satupun diantara yang dalam mushola itu kenal satu sama lain, kemudian hendak salat berjamaah. Salah satu dari mereka harus menjadi imam, padahal kita belum mengenal bagaimana bacaan Qurannya dan sebagainya. Mengenal orangnya saja tidak tapi kita ikhlas menjadi makmum. Seseorang memang harus ikhlas ketika memimpin juga ketika dipimpin bukan?

KEDUA : Menjadi yang Dipimpin

Dalam shalat, makmum wajib hukumnya mengikuti imam. Dan wajib pula hukumnya mengingatkan imam apabila terjadi kesalahan dalam shalatnya, baik salah bacaan maupun kurang hitungan rakaatnya. Kemudian di antara sekian makmum, kita diajarkan dalam shalat berjamaah, makmum yang tepat dibelakang imam adalah makmum yang memiliki bacaan quran sama baiknya dengan imam. Apabila imam batal ditengah-tengah salatnya maka makmum tepat yang dibelakang imamlah yang akan maju kemudian menggantikan imam. Bukan makmum dalam saf paling belakang yang menggantikan bukan?

Makmum yang dibelakang imam memang ditempatkan untuk keadaan-keadaan seperti itu, dalam jamaah sebuah masjid besar pun diposisikan demikian jika kita memperhatikan. Sebab makmum yang terdekat itu akan mengkoreksi bacaan shalat apabila ada yang salah.

Dalam sebuah keberjalanan sebuah kepemimpinan, apabila pemimpin harus mundur di tengah masa kepemimpinannnya,maka harus disiapkan orang yang cakap dan dipercaya untuk menggantikan posisi pemimpin tersebut, bukan secara asal-asalan. Agar pengganti tersebut mampu meneruskan “program kerja” yang telah dibuat oleh pemimpin sebelumnya dengan baik.

Tentu saja apabila seorang imam batal dalam shalat maghrib dan mundur, pengganti imamnya tidak mengubah shalat jamaahnya menjadi shalat isya bukan?

KETIGA : Mengingatkan Pemimpin

Subhanallah, dalam shalat berjamaah. Kita perhatikan ketika misal imam lupa pada bilangan rakaat, kurang satu dalam shalat isya misal. Pada rakaat ketiga imam justru duduk takhiyat akhir. Makmum serempak mengucapkan “Subhanallah” , lantas imam kembali berdiri untuk menggenapkan rakaat disertai makmum.

Dalam shalat berjamaah, kita diajarkan dalam mengingatkan pemimpin bukan dalam bentuk celaan ,tapi sebuah kalimat tasbih “subhanallah”. Cara mengingatkan yang begitu halus. Tidak pernah kita diajarkan untuk mencela pemimpin.

Lalu bagaimana jika imam percaya, bahwa bilangan rakaatnya telah tepat (meskipun pada kebenarannya kurang satu) dan imam tetap melanjutkan duduk takhiyat akhirnya tadi. Makmum wajib mengikuti bukan? Meski sudah diingatkan dengan kalimat pujian tadi, apabila Imam yakin dalam rakaatnya. Makmum diwajibkan tetap mengikuti imam, apabila tidak. Bubarlah shalat jamaah tersebut. Lantas barulah ketika shalat selesai, makmum menggenapkan rakaatnya kemudian selesai shalat mengingatkan kepada imam bahwa tadi rakaatnya kurang. (Mohon koreksinya bila ada kesalahan pemahaman saya terhadap bab Fiqih ini)

Dalam sebuah perjalanan tersebut tidak diadakan yang namanya “kudeta” dalam shalat berjamaah. Sebuah proses kepemimpinan harus dijalankan hingga selesai, barulah setelah selesai masa kepemimpinan tersebut. Apabila pemimpin memiliki kesalahan, yang dipimpin wajib hukumnya mengingatkan. Pun yang dipimpin tadi telah menunaikan apa-apa yang alfa dari pemimpin tersebut.

KEEMPAT : Semasa Kepemimpinan

Tidak pernah dalam sebuah shalat berjamaah ada makmum yang mengkudeta imam, imam akan mundur dengan sendirinya apabila selama keberjalanan shalat berjamaah ia gagal memenuhi syarat menjadi imam (misal batal karena kentut, dll). Imam dengan kesadaran dirinya harus mundur untuk digantikan kepemimpinannya oleh makmum yang cakap, yaitu yang tepat dibelakangnya. Jika imam meneruskan shalatnya dalam keadaan tidak suci tadi, maka ditanggunglah segala dosa dari semua makmumnya. Sebab jelas mungkin makmum tidak tahu jika sang imam telah batal salatnya.

Selama masa kepemimpinan, wajib bagi makmum untuk taat kepada imam, apakah imam tersebut lambat atau cepat dalam memimpin shalat. Makmum tidak dibenarkan untuk mendahului imam.

Kita juga tahu,dalam satu masjid tidak dibenarkan ada 2 barisan jamaah shalat, keduanya memiliki imam masing-masing. Jika ingin membentuk jamaah baru, pastikan shalat jamaah yang sebelumnya telah selesai. Kita tidak bisa dan tidak dibenarkan mendirikan negara baru didalam sebuah negara yang berdaulat bukan. Atau kita mendirikan organisasi baru dalam sebuah organisasi.

Tentu saja makmum yang kemudian masuk ke masjid, akan bingung dan bertanya, “Loh kok ada dua shalat berjamaah? Keduanya memiliki imam dan makmum, saya harus masuk jamaah yang mana?”


Itu baru sedikit yang saya ungkapkan, sejatinya panjang dan lebar. Tapi marilah kita sama-sama mengambil hikmah, pengajaran berharga terutama dari hal yang sederhana dan setiap hari kita lakukan, yaitu shalat. Utamanya, shalat berjamaah.


©kurniawangunadi

Sabtu, 11 Juni 2016