Kamis, 31 Desember 2015

Ada Apa sih?

Pertama-tama, aku mau minta maaf. Maaf karena akhir-akhir ini postinganku sangat, entahlah, ya begitulah. Akhir-akhir ini aku sedang dilanda sesuatu, sebut saja sok ide. Banyak sekali hal-hal baru yang muncul dan menumpuk, semoga menyalurkannya ke dalam blog adalah pilihan yang baik.

Kedua, aku sedang pusing. Aku sedang mencari. Mencari sesuatu untuk dijadikan dasar, landasan untuk berpikir. Tapi lagi-lagi aku selalu membuat susah sendiri. Hahaha, landasan apalagi yang paling baik selain Al-Qur’an, yakan?

Ketiga, aku sedang berusaha mengenali diriku sendiri. Sedang melakukan pendekatan terhadap diriku sendiri. Kalian tahu yang di film-film itu, saat seseorang berpikir lalu ada sosok angel dan devil yang sama-sama mengutarakan pendapatnya dan mempengaruhi? NAH! Aku sedang mengalaminya. Seperti ada yang berbicara padaku saat aku akan melakukan sesuatu.

Keempat, aku galau, aku takut. Kabar baiknya adalah, aku sudah mendapat pencerahan tentang kegalauanku. Alhamdulillah.

Kelima, aku tahu aku tidak boleh seperti ini terus. Terlalu banyak berpikir. Ah, ini masalah lama. Ayo hil, mana aksinya? Baiklah, tunggu saja.


Bismillahirrahmanirrahim.

Berusahalah dan Temukan Sendiri Jawabannya

Badai pasti berlalu. Sederas apapun hujan turun, akan ada kalanya ia mengalah dan membiarkan matahari menampakkan diri lagi. Kemudian matahari membiaskan sinarnya dan muncullah pelangi.

Seperti itu juga tahapan kehidupan manusia.

Seseorang mengajarkanku untuk tidak menganggap ujian sebagai masalah, namun tantangan yang harus dihadapi, batu loncatan, sebuah ujian untuk naik level. Level apa? Tentu saja level kehidupan.

Hingga aku sampai pada suatu kesimpulan. Masalah hidup ini, sejatinya didatangkan untuk memberi sebuah pemahaman baru, sebuah pelajaran berharga yang tentunya hanya bisa didapat saat kita berhasil melewatinya.

Rabu, 30 Desember 2015

2016?

Satu hari lagi. Satu hari lagi dan 2015 akan berakhir. Ah, rasanya banyak sekali kejadian-kejadian yang membuatku seperti sekarang ini.

Terima kasih untuk Hydrolix (nama kelasku). Terima kasih untuk teman-temanku semuanya. Sekarang aku benar-benar percaya bahwa lingkungan juga mempengaruhi seseorang. Terima kasih untuk satu setengah tahun bersama, semoga tetap solid dalam hal apapun. Aku bersyukur di tempatkan bersama kalian, orang-orang sangar! Aku tidak tahu harus menggambarkan kalian semua seperti apa, semoga tetap semangat untuk membangun dan berkontribusi lebih untuk Smala!

Terima kasih untuk mbak-mas! Ah, ini bagian paling baper. Terima kasih karena tidak pernah lelah untuk membimbing kami semua. Maaf jika pernah mengecewakan, tapi sungguh tidak pernah ada maksud seperti itu. Terima kasih sudah membuatku seperti ini, terima kasih sudah menunjukkanku jalan yang sudah membawaku ada pada titik ini. Aku tahu ini tidaklah mudah, tapi tidak pernah sekalipun mbak mas menyerah pada kami. Terima kasih mbak mas. Mbak mas benar-benar menunjukkan sosok ibu yang mengayomi anaknya. Doakan kami semoga tetap istiqoomah dalam kebaikan dan selalu bisa menjadi manusia layaknya padi. Doakan kami semoga bisa meneruskan perjuanganmu membangun smala. Awalnya aku tidak begitu paham dengan kata-kata “titip smala ya, dek” sekarang aku tahu, itu semua tidak hanya sebuah pesan, tapi juga amanah yang kau berikan pada kami. Semangat mbak mas dalam menjalani semester terakhir di Smala! Semoga diberikan yang terbaik oleh-Nya. Aamiin.

Terima kasih untuk PAS-Q V! Terima kasih untuk mbak mas XXII. Terima kasih untuk waktu dan tenaga yang mbak mas luangkan untuk XXIII dengan ikhlas. Maaf sering mengecewakan mbak mas. Walau begitu mbak mas selalu percaya pada XXIII, terima kasih mbak mas. Terima kasih untuk XXIII, kalian benar-benar menunjukkanku apa itu kekeluargaan. We’re no longer friends, we’re family. Terima kasih untuk kepercayaannya, tetap dampingi aku ya! Bismillah.
Terima kasih untuk kamu yang sempat hadir mengisi hariku lalu pergi. Terima kasih telah membuatku belajar banyak hal. Tentang mengikhlaskan, melepaskan, dan perjuangan. Aku sempat menyesali pertemuan kita, satu tahun yang terbuang menurutku. Tidak ada kebaikan dalam melanggar sebuah aturan. Astaghfirullah, maafkan hambamu ini ya Allah. Semoga perpisahan ini sama-sama memberi kebaikan untukku dan untukmu. Aamiin.

Terima kasih untuk semua panitia NOUVEAU 2015! Suatu kehormatan bisa menjadi salah satu dari kalian. Terima kasih NOUVEAU 2015 sudah menjadi penutup tahun yang sangat luar biasa. Mungkin ini kesempatan terakhirku untuk menjadi panitia, semoga tahun depan lebih dan lebih baik lagi!

Sebenarnya sangat banyak hal-hal luar biasa di 2015 ini. Untuk pertama kalinya aku melakukan suatu hal dengan sepenuh hati dan ikhlas. Semoga ini semua menjadi awal, awal dari perubahan besar untuk kebaikanku. Aamiin.

Apa Aku (Sungguh) Benar-Benar Mencintai-Mu?


Sebagai manusia, sebagai makhluk yang lengkap dengan akal dan hawa nafsunya. Akalku sering bertanya-tanya sendiri. Mengapa saat mencintai-Mu aku tidak bisa menjadi baik, setidaknya bertindak sok-baik. Sebagaimana kala aku merasa tertarik dengan manusia yang berbeda jenis kelamin denganku itu. Kala aku tertarik, segala upaya untuk menjadi ‘terlihat baik’ aku lakukan. Bahkan aku pura-pura mendekati rumah-Mu agar terlihat baik. Pura-pura membaca surat-surat-Mu agar terlihat soleh.

Aku tiba-tiba menjadi baik, rajin mandi, rajin beribadah. Didekatnya pun aku tampak ingin menyempurnakan segala tingkah laku dan bicaraku. Menghalus-haluskan tutur kata, melemah lembutkan perbuatan. Memberikan perhatian atau mungkin lebih tepatnya mencari-cari perhatian.

Kala hatiku berkata aku mencintainya, aku berbuat sedemikian rupa kepadanya. Berusaha menjadi sebaik-baiknya manusia di depannya.

Hari ini, aku menanyakan keadaanku sendiri. Apa aku tidak benar-benar mencintai-Mu meski mulutku berkoar-koar menyuarakan nama-Mu. Berbicara atas nama-Mu di jalan-jalan. Mengagung-agungkan nama-Mu di dalam tulisan-tulisan. Lepas dari itu, aku tidak pernah berusaha tampil baik di hadapan-Mu. Shalatku seperti olahraga pagi, cepat sekali. Bacaanku seperti mengeja huruf paku, tidak jelas dan sedikit ngawur.

Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Ketika menghadapmu aku berpakaian seadanya, mandi dulu pun tidak. Berbeda ketika hendak bertemu dengannya. Berpakaian sedemikian rapi, wangi pula. Terlihat stylish sepanjang hari meski matahari terik atau hujan.

Hari ini aku bertanya-tanya. Apa aku (sungguh) benar-benar mencintai-Mu? Sementara aku tahu, Kau begitu mencintaiku. Iya kan?

Bandung, 9 April 2014 | ©kurniawangunadi

Fana dan Sementara

Aku menganggapnya hal yang paling misterius di dunia. Karena memang tidak ada yang tahu selain diri-Nya. Beberapa hari yang lalu, dua dari temanku kehilangan orang yang paling disayanginya.

Aku percaya rencana Tuhan pasti yang terbaik, dan dibalik itu semua pasti ada hikmah yang bisa dipetik. Hanya saja, aku bukanlah sosok teman yang bisa menghibur dengan sosweet, aku hanya menghibur dengan caraku sendiri dan cara terbaik yang aku tahu adalah dengan mendoakannya agar tetap tegar menghadapi semuanya.

Bagiku, hal tersulit dari ditinggalkan adalah mencoba terbiasa tanpa kehadirannya. Idul Fitri kemarin, aku tidak bisa mencium tangan yangkungku, tidak ada lagi yang bertanya apa aku sudah  makan atau belum.

Tapi dari situ kita bisa belajar, bahwa hidup ini tidak benar-benar selamanya. Bahwa kapanpun dan dimanapun kita bisa saja dipanggil-Nya. Kita memang tidak akan penah tahu kapan kita akan mati, tapi kita bisa memilih bagaimana kita mati. Kita diberi kekuasaan untuk memilih jalan kematian kita. Dengan menjaga diri atau dengan melakukan semau kita. Dengan baik atau dengan buruk.

Mari berdoa semoga saat Dia memanggil kita, Dia memanggil kita dalam keadaan terbaik. Aamiin.

Minggu, 27 Desember 2015

Self Reminder

Setiap orang memiliki masa lalu yang berbeda. Beberapa  tak indah sampai tak ingin diingat-ingat. Beberapa terkenang dan selalu ditunjukkan.

Terkadang apa yang menghambat untuk maju, adalah diri sendiri, atau lebih tepatnya masa lalu itu sendiri. Saat masa lalu itu tak indah, diri kan selalu mengutuk hari ini. Saat masa lalu pun indah, diri merasa puas dan tidak bergerak ke depan.

Tentunya, hari ini adalah hasil dari masa lalu. Dan bagaimanapun juga, cara terbijak untuk menghadapinya adalah dengan mensyukurinya. Bukan dengan mengutuki masa lalu yang sudah terjadi atau tetap bertahan dengan apa yang sudah didapat di masa lalu, karena masa lalu yang menjadikan kita manusia yang sepantasnya mensyukuri hari ini.

Dan sudah seharusnya hari ini, harus lebih baik dari kemarin. Karena pada hakikatnya, the only person you should try to be better than, is the person you were yesterday. Bukan orang lain, tapi diri ini sendiri.

Hari ini, tugas kita untuk lebih baik dari kemarin. Mengusahakannya sebaik mungkin agar esok kita tidak menyesali hari ini. Agar diri selalu dan terus menjadi lebih baik. Berubah, walau terkadang perubahan itu menyakitkan.

Selama itu baik, kenapa tidak?

Kamis, 24 Desember 2015

42443

Di mobil, aku sama ayah lagi rebutan frekuensi radio. Aku maunya prambors, tapi ayah mau yang lain....
Tapi ayah menang....

Awalnya emang gajelas, masih kirim-kirim salam
Terus tiba-tiba ada lagu yang ngena
Pasti tau kan lagunya hadad alwi sama sulis...
Aku paling suka lirik ini

'Hidup bagaikan sebatang pohon...
Lebat bunganya serta buahnya...
Walaupun hidup seribu tahun...
Kalau tak sembahyang apa gunanya...'

Jadi jelas banget, mau sepanjang apapun umur kita nanti, kalo nggak sholat itu semua jadi sia-sia

Semoga aku dan kamu termasuk bagian orang-orang yang menjaga sholatnya, aamiin

Rabu, 23 Desember 2015

Dia tahu dia tidak akan pernah sendiri
Hanya belum terbiasa dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi

Senin, 14 Desember 2015

Tak Pernah Dibiarkan Sendiri


“Lebih baik kau pulang saja, lalu simpan baik-baik mimpi itu di laci kesayanganmu. Aku sedang tak minat berdebat, berdebat saja kau dengan dirimu sendiri. Sampai kau kian tersadar bahwa waktu terus meninggalkanmu tanpa menggubris rengekanmu.” Begitu kata bayangan saya ketika saya meringkuk di pojokan kamar malam itu.
“Ok, fine. Jadi sudah bosan berdebat dengan saya?”
“Bukan bosan, tapi percuma saja. Percuma jika ujung-ujungnya kau tak kunjung melangkah. Percuma berbusa-busa membuatmu sadar tapi kau selalu lebih pandai membuat dirimu sendiri kembali gusar. Kau tidak terlalu butuh pengertian, kau butuh untuk terus mengenali kenyataan.”
“Katanya tak mau debat, ini apa namanya coba?”
“Aku mau pergi saja.”
“Yakin mau pergi?” ledek saya. Saya paham ia hanya menggertak. Bagaimana mungkin bayangan bisa meninggalkan tuannya?
“Iya, aku pergi.”
Sekejap. Ia benar-benar pergi. Menghilang.
Sepanjang malam saya terus dihantui kegelisahan. Saya benar-benar merasa sendirian. Pagi hari ketika saya terbangun, bayangan saya sudah duduk di sebelah ranjang.
“Cie kangen ye, baru pergi semalam sudah balik saja.”
Ia tidak menjawab, matanya terus menatap saya seolah-olah tengah menunggu saya menunjukkan rasa bersalah. Saya sangat merasa bersalah, tapi saya terlalu egois untuk menunjukkan. Gengsi.
“Sudah kewajibanku begini. Menemani kau sepanjang jalan, menemani kau melakukan apa pun yang kau lakukan sampai nanti akhirnya kau dikebumikan. Tapi sayang, kau tak pernah berpikir sejauh itu. Kau terlalu sering merasa seolah-olah kau benar-benar berjuang seorang diri. Tuhan mengirimku untukmu, menemani apa pun situasimu. Tapi sayang kau teramat jarang mengajakku berbincang. Kau selalu lebih suka mengutuki waktu ketika kau sedang tak ada kawan. Kau masih terlalu hobi menyengsarakan dirimu sendiri. Padahal Tuhan tak pernah benar-benar membiarkan siapapun sendirian. Termasuk kau.”

(via jalansaja)

Kamis, 03 Desember 2015

Antara Aku dan Rabb-ku

Saat musibah datang seolah tak pernah selesai, aku bertanya
"Rabb, mengapa hidup ini begitu susah untuk dijalani?"
Tapi tak ada jawaban...

Saat lelah memeluk tubuh rapuhku dan memaksaku berhenti, aku bertanya
"Rabb, tidak adakah jalan dimana aku berdiri tegak tanpa merasa lelah?"
Tapi tetap tak ada jawaban...

Saat di jalan kutemui banyaknya tangan yang menjulur meminta, benakku bertanya
"Rabb, mengapa dunia ini begitu kejam kepada mereka?"
Rabbku belum menjawab...

Saat kulihat kafe-kafe di jalan lebih ramai dibanding masjid, aku bertanya
"Rabb, mengapa hidup penuh kesenangan yang sering kali menyesatkan?"
Rabb-ku masih belum menjawab...

Setelah mendengar kisah Rasulullah dan sahabatnya, aku bertanya lagi
“Rabb, mengapa ada orang yang rela mengorbankan harta dan jiwanya, padahal surga telah menjadi jaminan mereka?”
Rabb-ku tetap tak menjawab...

Saat kubaca kalam-Nya, kutemukan
“Apakah kamu mengira kamu akan masuk ke surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang shabar”
Kudapati Rabb-ku menjawab semua pertanyaanku...