Ketika berjamaah di mushala, saya terpikir sesuatu tepat
ketika saya berdiri di belakang imam kemudian imam salah bacaan. Saya ingat
beliau memakai surat Al A’la pada rakaat kedua. Pada ayat ke sekian beliau lupa
kemudian diulang-ulang ayat sebelumnya, dalam shalat makmum terdekat wajib
mengingatkan bukan?
Hal ini tiba-tiba menjadi dasar tulisan ini, betapa dalam
agama Islam telah dicontohkan dengan amat sangat teramat jelas dan super baik
tentang sebuah kepemimpinan, tidak hanya tentang pemimpin tapi juga yang
dipimpin, lengkap dengan bagaimana menjalankan proses memimpin dan dipimpin
tersebut. Semua contoh kepemimpinan itu terangkum begitu mendasar hanya dalam
shalat berjamaah. Berikut hasil “kepikiran” saya tadi.
PERTAMA : Menentukan/Memilih Pemimpin
Dalam shalat berjamaah, harus ada satu imam, tidak boleh
lebih, meskipun jumlah makmumnya satu milyar, imam nya hanya satu, pun jumlah
makmumnya juga cuma satu. Imamnya juga harus satu. Dalam sebuah perjalanan,
harus dipilih salah seorang dari mereka untuk menjadi pemimpin bukan? Dalam
shalat, imam haruslah seseorang yang memiliki bacaan Al Quran yang paling baik
dan benar. Intinya secara sederhana, imam haruslah orang yang pandai dan cakap.
Layaknya memilih imam Masjidil Haram mungkin.
Dalam sebuah masjid biasanya telah ditentukan imam masjid
tersebut dan biasa dipilih karena ilmunya lebih baik daripada yang lain, sebab
itu dia dipercaya menjadi imam. Sebab imamlah yang akan membawa makmum ke dalam
shalat berjamaah yang sah.
Hebatnya, ketika kita dalam perjalanan kemudian masuk
mushala lantas tidak satupun diantara yang dalam mushola itu kenal satu sama
lain, kemudian hendak salat berjamaah. Salah satu dari mereka harus menjadi
imam, padahal kita belum mengenal bagaimana bacaan Qurannya dan sebagainya. Mengenal
orangnya saja tidak tapi kita ikhlas menjadi makmum. Seseorang memang harus
ikhlas ketika memimpin juga ketika dipimpin bukan?
KEDUA : Menjadi yang Dipimpin
Dalam shalat, makmum wajib hukumnya mengikuti imam. Dan
wajib pula hukumnya mengingatkan imam apabila terjadi kesalahan dalam
shalatnya, baik salah bacaan maupun kurang hitungan rakaatnya. Kemudian di
antara sekian makmum, kita diajarkan dalam shalat berjamaah, makmum yang tepat
dibelakang imam adalah makmum yang memiliki bacaan quran sama baiknya dengan
imam. Apabila imam batal ditengah-tengah salatnya maka makmum tepat yang
dibelakang imamlah yang akan maju kemudian menggantikan imam. Bukan makmum
dalam saf paling belakang yang menggantikan bukan?
Makmum yang dibelakang imam memang ditempatkan untuk
keadaan-keadaan seperti itu, dalam jamaah sebuah masjid besar pun diposisikan
demikian jika kita memperhatikan. Sebab makmum yang terdekat itu akan
mengkoreksi bacaan shalat apabila ada yang salah.
Dalam sebuah keberjalanan sebuah kepemimpinan, apabila
pemimpin harus mundur di tengah masa kepemimpinannnya,maka harus disiapkan
orang yang cakap dan dipercaya untuk menggantikan posisi pemimpin tersebut,
bukan secara asal-asalan. Agar pengganti tersebut mampu meneruskan “program
kerja” yang telah dibuat oleh pemimpin sebelumnya dengan baik.
Tentu saja apabila seorang imam batal dalam shalat maghrib
dan mundur, pengganti imamnya tidak mengubah shalat jamaahnya menjadi shalat
isya bukan?
KETIGA : Mengingatkan Pemimpin
Subhanallah, dalam shalat berjamaah. Kita perhatikan ketika
misal imam lupa pada bilangan rakaat, kurang satu dalam shalat isya misal. Pada
rakaat ketiga imam justru duduk takhiyat akhir. Makmum serempak mengucapkan
“Subhanallah” , lantas imam kembali berdiri untuk menggenapkan rakaat disertai
makmum.
Dalam shalat berjamaah, kita diajarkan dalam mengingatkan
pemimpin bukan dalam bentuk celaan ,tapi sebuah kalimat tasbih “subhanallah”.
Cara mengingatkan yang begitu halus. Tidak pernah kita diajarkan untuk mencela
pemimpin.
Lalu bagaimana jika imam percaya, bahwa bilangan rakaatnya
telah tepat (meskipun pada kebenarannya kurang satu) dan imam tetap melanjutkan
duduk takhiyat akhirnya tadi. Makmum wajib mengikuti bukan? Meski sudah
diingatkan dengan kalimat pujian tadi, apabila Imam yakin dalam rakaatnya.
Makmum diwajibkan tetap mengikuti imam, apabila tidak. Bubarlah shalat jamaah
tersebut. Lantas barulah ketika shalat selesai, makmum menggenapkan rakaatnya
kemudian selesai shalat mengingatkan kepada imam bahwa tadi rakaatnya kurang.
(Mohon koreksinya bila ada kesalahan pemahaman saya terhadap bab Fiqih ini)
Dalam sebuah perjalanan tersebut tidak diadakan yang namanya
“kudeta” dalam shalat berjamaah. Sebuah proses kepemimpinan harus dijalankan
hingga selesai, barulah setelah selesai masa kepemimpinan tersebut. Apabila
pemimpin memiliki kesalahan, yang dipimpin wajib hukumnya mengingatkan. Pun
yang dipimpin tadi telah menunaikan apa-apa yang alfa dari pemimpin tersebut.
KEEMPAT : Semasa Kepemimpinan
Tidak pernah dalam sebuah shalat berjamaah ada makmum yang
mengkudeta imam, imam akan mundur dengan sendirinya apabila selama keberjalanan
shalat berjamaah ia gagal memenuhi syarat menjadi imam (misal batal karena
kentut, dll). Imam dengan kesadaran dirinya harus mundur untuk digantikan
kepemimpinannya oleh makmum yang cakap, yaitu yang tepat dibelakangnya. Jika
imam meneruskan shalatnya dalam keadaan tidak suci tadi, maka ditanggunglah
segala dosa dari semua makmumnya. Sebab jelas mungkin makmum tidak tahu jika
sang imam telah batal salatnya.
Selama masa kepemimpinan, wajib bagi makmum untuk taat
kepada imam, apakah imam tersebut lambat atau cepat dalam memimpin shalat.
Makmum tidak dibenarkan untuk mendahului imam.
Kita juga tahu,dalam satu masjid tidak dibenarkan ada 2
barisan jamaah shalat, keduanya memiliki imam masing-masing. Jika ingin
membentuk jamaah baru, pastikan shalat jamaah yang sebelumnya telah selesai.
Kita tidak bisa dan tidak dibenarkan mendirikan negara baru didalam sebuah
negara yang berdaulat bukan. Atau kita mendirikan organisasi baru dalam sebuah
organisasi.
Tentu saja makmum yang kemudian masuk ke masjid, akan
bingung dan bertanya, “Loh kok ada dua shalat berjamaah? Keduanya memiliki imam
dan makmum, saya harus masuk jamaah yang mana?”
Itu baru sedikit yang saya ungkapkan, sejatinya panjang dan
lebar. Tapi marilah kita sama-sama mengambil hikmah, pengajaran berharga
terutama dari hal yang sederhana dan setiap hari kita lakukan, yaitu shalat.
Utamanya, shalat berjamaah.
©kurniawangunadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar